Dengan banyaknya bayi dan anak berusia di bawah lima tahun (balita) yang mengonsumsi susu formula, alergi susu sapi pun jadi kasus yang sering dijumpai. Sekitar 2 hingga 7,5 persen balita mengalami alergi susu sapi. Apabila tak segera ditangani, alergi ini bisa mengganggu tumbuh kembang anak.
“Alergi bisa ditekan, namun tidak bisa dihilangkan sama sekali. Dan, alergi susu bukan penghalang pertumbuhan anak jika dilakukan penanganan yang tepat,” kata Dr. Zakiudin Munasir, Sp. A (K), Ketua Divisi Alergi Imunologi, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM di Jakarta Rabu 27 April 2011.
Alergi susu sapi bisa terjadi karena anak sensitif terhadap komponen protein susu sapi atau pada proses pembuatan susu tersebut. Tubuh sensiitif dan protein susu dianggap musuh. Jika tubuh merasa dimusuhi, maka tubuh akan mulai bereaksi berupa alergi.
Protein susu sapi juga bisa menjadi masalah bagi kekebalan tubuh yang rendah. Selain itu, juga terjadi akibat saluran cerna anak yang belum berfungsi sempurna. Sehingga, protein susu sapi belum dapat dicerna atau dipecah dengan baik dalam tubuh.
Pada anak-anak yang hipersensitif, protein tersebut bisa memicu terbentuknya zat antibodi yang disebut immunoglobulin E (IgE). Antibodi IgE ini, menyebabkan pelepasan histamin, zat yang menimbulkan berbagai reaksi alergi dalam tubuh.
Gejala klinis akan muncul dalam satu jam (reaksi cepat) atau setelah satu jam (reaksi lambat) setelah mengonsumsi protein susu sapi. Untuk itu kenali gejalanya, dan segera pergi ke dokter untuk mendapatkan saran yang tepat cara penanganan alergi susu sapi.
Gejala alergi susu sapi sangat beragam, mulai dari kulit kemerahan, gatal, bengkak dan eksim. Bisa juga mengganggu sistem pencernaan yang mengakibatkan rasa mual, muntah, diare dan sakit perut. Alergi juga dapat terjadi pada saluran pernapasan seperti batuk pilek berulang, sesak napas dan asma.
“Gejala alergi susu terkadang bisa muncul satu minggu setelah dikonsumsi,” kata Dr. Zakiudin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar