Perilaku Etika Dalam Bisnis
1. Lingkungan
Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Bisnis melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok
orang yang dikenal sebagai stakeholders, yaitu: pelanggan, tenaga kerja,
stockholders, suppliers, pesaing, pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu
para pebisnis harus mempertimbangkan semua bagian dari stakeholders dan bukan
hanya stockholdernya saja. Pelanggan, penyalur, pesaing, tenaga kerja dan
bahkan pemegang saham adalah pihak yang sering berperan untuk keberhasilan
dalam berbisnis. Lingkungan bisnis yang mempengaruhi etika adalah lingkungan
makro dan lingkungan mikro. Lingkungan makro yang dapat mempengaruhi kebiasaan
yang tidak etis yaitu bribery, coercion, deception, theft, unfair dan
discrimination. Maka dari itu dalam perspektif mikro, bisnis harus percaya
bahwa dalam berhubungan dengan supplier atau vendor, pelanggan dan tenaga kerja
atau karyawan.
2. Kesaling –
tergantungan Antara Bisnis dan Masyarakat
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada
norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang
tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan
bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis
terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan
memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip
etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif.
Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara
yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah
berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya
etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh
tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan
hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya,
ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan,
karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian
yang seimbang.
3. Kepedulian
Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan
masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki
oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu
terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku
bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang
berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan
dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di
sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian latihan
keterampilan, dll.
4. Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Perkembangan dalam etika bisnis dibagi menjadi 5 periode
yaitu sebagai berikut :
Situasi Dahulu : Pada awal sejarah filsafat, Plato,
Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya
mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana
kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
Masa Peralihan tahun 1960-an : ditandai pemberontakan
terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di
ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini
memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan
menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society.
Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
Etika Bisnis Lahir di AS tahun 1970-an : sejumlah filsuf
mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan
etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang
sedang meliputi dunia bisnis di AS.
Etika Bisnis Meluas ke Eropa tahun 1980-an : di Eropa Barat,
etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian.
Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis
yang disebut European Business Ethics Network (EBEN),
Etika Bisnis menjadi Fenomena Global tahun 1990-an : tidak
terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh
dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and
Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
5. Etika Bisnis
dan Akuntan
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia
diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan
Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan
prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan
klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode
etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan
keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang
diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang
diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban
untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah
ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban
yaitu; kompetensi, objektif dan
mengutamakan integritas. Kasus enron,
xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis.
Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik.
Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama
dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi
kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat
merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan
bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.
Perilaku Dalam Etika Bisnis:
1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu
mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari
siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak
mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan
menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan
menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi
pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat
sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”.
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social
responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan
masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki
oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu
terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku
bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang
berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu
mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat
sekitarnya.
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk
terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan
teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk
meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya
yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan
efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah,
dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan
golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar
mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu
dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam
dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya
pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa
mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-”ekspoitasi”
lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan
lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan
kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi,
Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti
ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi,
manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun
berbagai kasus yangmencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk
menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan
menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan
data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta
memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.