Sudah beberapa hari hujan turun di tempat kami. Alhamdulilah, rumah kami yang terletak di perkampungan di pinggir Jakarta tidak terendam banjir seperti rumah-rumah di Jakarta.
Malam kedua setelah hujan deras, tiba-tiba aku mendengar suara nyaring yang tak pernah kuperhatikan sebelumnya.
“kwong kwung kwong kwung...” suara itu terdengar bersautan. Aku dan Avi, adikku, segera menghentikan permainan kami menyusun puzzle.adikku mendekati Ibu, dengan raut wajah ketakutan.
“Bu, suara apa itu?” ujarnya sambil memeluk Ibu.
“Tidak apa-apa, sayang, itu hanya suara kodok yang sedang bernyanyi,”jelas ibu sambil membelai Avi.
“suara kodok? Kok, kedengarannya nyaring sekali? Kodok kan kecil,Bu,”tanya tak percaya.
“Benar, Sayang. Tapi walau kecil, kodok bisa mengelembungkan lehernya saat ingin mengeluarkan suaranya,sehingga suaranya terdengar nyaring. Apalagi di musim hujan yang sepi seperti sekarang ini,” Jelas Ibu lagi.
“mungkin itubukan kodok yang biasa kita lihat, Bu,”sela Avi.
“Tidak, itu itu suara kodok yang biasa kalian lihat.”
Seiring percakapan kami, suara itu sering terdengar saling bersahutan. Aku jadi penasaran, bagaimana kodok kecil bisa mempunyai suara sebesar itu. Aku ingin keluar melihatnya, tapi ibu melarangku.
Adikku juga menahanku.”jangan, Kak.
Nanti kakak dimakan, loh,” katanya.
“Tdak mungkin Vi, mana isa kodok memakan manusia,” ujarku.
“Bisa saja, seperti yang di film, kodoknya bisa berubah menjadi monster, terus memakan semua orang yang ada di dekatnya.” Avi bergidik.
Hatiku ciut juga mendengar kata-katanya. Benar juga ya, bagaimana jika kodoknya berubah menjadi raksasa yang sangat besar. Hiiiy... pasti menyeramkan sekali. Aku jadi memikirkan bapak yang belum juga pulang dari kantor. Kalau ada bapak pasti lebih aman.
“Sebaiknya kalian tidur. Sekarang sudah jam delapan.”ibu mengajak kami ke kamar mandi untuk gosok gigi dan cuci muka.
“Bu, aku tidur di kamar ibu saja, ya. Aku takut, suara kodok itu masih saja terdengar,” rengek adikku yang baru duduk di kelas satu itu ketika ibu hendak meninggalkan kamar kami.
“Kan ada kak Ami, kenapa Avi takut? Lagi pula ibu sudah bilang itu hanya suara kodok, jadi Avi tidak perlu takut.”Ibu mencium dahi kami berdua bergantian. Kemudian beliau berlalu meninggalkan kamar kami sambil mematikan lampu kamar.
Setelah beberapa saat, kami tak bisa tidur juga. Suara itu masih mengganggu kami.”Kak, kita tidur di kamar ibu saja,yuk!” ajak Avi.
Tanpa berfikir panjang aku bangun dan turun dari tempat tidur.”yuk!” kataku.
Tiba-tiba, tanpa kami duga, bapak muncul di depan kamar kami.”Ami dan Avi belum tidur?” tanyanya.
“ Bapak sudah pulang!” seru kami berdua gembira sambil menghambur kearahnya.
“Belum pak, kami tak bisa tidur karena suara itu,” ucapku cepat.
“Ibu bilang kalian takut suara kodok itu, ya?” tanya bapak dengan senyum tertahan.
“Iya Pak, kami tidur di kamar bapak saja, ya,” pinta Avi memelas.
“Begini saja, tadi Ami ingin melihat kodok yang sedang bernyanyi itu, kan?” tanya Bapak kepadaku. Aku mengangguk.
“Kalau begitu, ayo kita lihat kodoknya! Hujan sudah reda. Setelah melihat kodok itu, kalian boleh memilih; tidur di kamar kalian apa tidur di kamar Ibu dan Bapak,” jelas Bapak.
Aku dan Avi saling berpandangan. Avi tampak ragu-ragu. “Ayo Vi, dari pada kita memikirkan monster terus, lebih baik kita liat saja langsung. Biar kita tahu juga rupa kodok jika sedang bersuara nyaring,”rayuku. Avi pun setuju.
Bapak, aku dan Avi keluar rumah. Bapak berjalan di depan kami sambil membawa lampu senter. Semakin lama suara itu semakin jelas terdengar. Dengan teliti, Bapak mengarahkan senter ke dekat arah genangan air, tempat sura kodok terdengar sangat nyaring.
“Itu! Kodoknya ada beberapa ekor!” seru Bapak sambil mengarahkan cahaya senter kepada kumpulan kodok itu.
Benar saja Aku dan Avi melihat sekumpulan kodok yang sedang menggelembungkan bergantian seiring dengan suara nyaring yang kami dengar tadi. Wow, lucu sekali! Ternyata memang benar itu kodok biasa yang sering kami lihat, bukan kodok monster. Tak ada yang perlu ditakutkan, seperti kata ibu.
“Nah, sekarang kalian mau tidur di kamar siapa?” tanya Bapak.
“ Di kamar kami saja, pak,”jawabku dan Avi mantap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar